Sabtu, 29 Maret 2014

Laporan Penelitian :: Fenomena Dinamika Kehidupan Kaum Dhuafa dan Kaitannya dengan Agama Islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Banyak orang lebih mengurusi kehidupannya di dunia. Dan hampir melupakan, bahkan sama sekali melupakan kehidupannya di akhirat kelak. Mereka lebih banyak bekerja dan bekerja, daripada harus beribadah untuk mempersiapkan bekal mereka di akhirat.
Sehingga dalam kehidupan di dunia ini, banyak terjadi pengolongan-pengolongan kelas. Dimana orang yang mampu dalam hal ekonomi disebut sebagai orang kelas atas. Sedangkan orang yang tidak mampu disebut sebagai orang miskin/fakir yang dalam istilah agama disebut sebagai kaum dhuafa.
Dari segi fisik, kaum dhu’afa merupakan.....
seseorang yang kurang tenaga (bukan keadaan malas). Dari segi otak kaum dhu’afa merupakan seseorang yang bodoh dan juga bukan dalam keadaan malas. Dari segi sikap, kaum dhu’afa merupakan seseorang yang terbelakang (bukan karena malas).
Kaum dhu’afa terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Yang bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan dan abang becak
  
B.                 Fokus Penelitian
Pada laporan ini, saya akan membahas mengenai dinamika kehidupan kaum dhuafa. Yaitu bagaimana mereka menjalani kehidupannya yang serba kekurangan dan bagaimana pula mereka memandang agama dalam hidupnya.

C.                Tujuan Penelitian
·         Untuk mengetahui temuan hasil penelitian terhadap kaum dhuafa
·         Untuk mengetahui pandangan mereka mengenai agama dan Tuhan


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.                Pengertian Dhuafa
Kaum dhuafa adalah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka yang tertindas. Adalah mereka yang tak bisa hijrah karena terhalang baik sosial maupun ekonomi fakir dan miskin tertekan keadaan bukan karena malas, mereka yang kurang tenaga (bukan karena malas), mereka yang kurang kemampuan akalnya ( bukan karena malas ) dan atau mereka yang terbelakang pendidikannya. Itu adalah sebagian dari pengertian kaum dhuafa'.
Ayat Al Qur’an menjelaskan makna dhuafa itu berasal dari kata dh’afa atau dhi’afan. Salah satu firman Allah menyebutkan, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah (dhi’afan), yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. (Surat An- Nisaa: 9). Dalam beberapa ayat yang lain, dhuafa disebut sebagai mustadh’afin, diantaranya dalam Surah Al Qashash ayat 5  “dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (alladzinastudh’ifun), surah Al A’raaf: 137” Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu (yustadh’afun), dan dalam surat An Nisa: 75, “. mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah (mustadh’afin). Berdasarkan beberapa  ayat di atas, dapat disimpulan bahwa yang dimaksud kaum dhuafa adalah orang-orang lemah atau tertindas dan tidak memiliki kemampuan untuk mandiri dalam arti yang lebih luas. Artinya orang-orang yang lemah spritualnya (tauhidnya, aqidahnya, akhlaknya serta seluruh aspek yang berkaitan dengan jiwa manusia) dan lemah dalam bidang ekonomi serta masaalah sosial lainnya.

B.                 Kriteria Kaum Dhuafa
Al Qur’an telah menjelaskan secara tegas tentang orang-orang yang tergolong  dhu’afa, mereka antara lain; anak-anak yatim; orang-orang miskin;ibnussabil (musafir); orang yang meminta-minta; hamba sahaya (al-Baqarah; 177); tuna netra; orang cacat fisik; orang sakit (an Nuur:61); manusia lanjut usia (al Israa: 23); janda miskin (al Baqarah: 240); orang yang berpenyakit sopak (lepra) (Ali Imran: 49); tahanan atau tawanan (al Insan: 78); mualaf (orang yang baru memeluk Islam, orang-orang fakir; orang-orang yang berutang (gharimin); orang yang berjuang di jalan Allah (fii Sabilillah) (at Taubah:60); buruh atau pekerja kasar (ath Thalaq:6); nelayan (al Kahfi:79); rakyat kecil yang tertindas (an Nisaa’:75); anak-anak kecil dan bayi (al An’aam:140).

C.                Perintah berbuat baik kepada Kaum Dhuafa
Allah SWT dalam Al- Qur’an telah memerintahkan kepada hambaNya agar berbuat baik kepada kaum dhu’afa. Salah satu ayatnya menyatakan,” dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin,”(Al Baqarah:83). Perintah berbuat baik kepada mereka ini, antara lain, mengucapkan perkataan yang baik kepada mereka (an Nisaa’:8) memuliakan mereka (an Nisaa:36) memelihara, mengasuh, dan mengurus mereka secara patut (an Nisaa:127); menggauli mereka sebagai saudaranya sendiri (al Baqarah:177); memberikan mereka nafkah (al Baqarah:215); memberikan mereka harta (al-Baqarah: 177); memberikan mereka makan (al-Insaan:8); memberi mereka sedekah (al Baqarah:272); memperbaiki tempat tinggal mereka dan melindungi harta mereka (al Kahfi:82); membela (an Nisaa: 75); melindungi mereka dari kezaliman (al Kahfi:79); mengobati mereka yang sakit (AliI mran:49); mengajak mereka makan bersama (asy Syuara:61); memberikan mereka pendidikan dan pengajaran yang baik (‘Abasa:1-11); memelihara mereka dengan penuh kasih sayang dan sopan santun (al Israa:23); memaafkan dan berlapang dada pada mereka (an Nuur:22); mengucapkan perkataan yang sopan (al Israa:23); serta memberi nasihat dan mendakwahkan mereka (yusuf:30-41)

BAB III
METODE PENELITIAN

A.                Teknik Penelitian
Dalam mendapatkan data-data yang diperlukan untuk penyusunan laporan ini, saya menggunakan metode:
·         Wawancara, secara langsung mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada salah seorang tetangga saya yang bersedia menjadi narasumber.
·         Observasi, selain melalui wawancara saya juga melakukan pengamatan terhadap narasumber, bagaimana kondisi dan kehidupannya.
·         Dokumentasi, melakukan dokumentasi dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan narasumber

B.                 Kehadiran Peneliti
Saya sebagai peneliti, hadir dalam penelitian ini melalui wawancara dengan narasumber pada tanggal 8 November 2013 sekitar pukul 18.30 wib di rumah Pak X (narasumber) sendiri. Juga hadir pada proses dokumentasi kegiatan dari Pak X pada tanggal 9 November pukul 06.00 wib di rumah salah seorang warga yang waktu itu sedang menjual gabah-gabahnya.

C.                Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian mengenai dinamika kaum dhuafa ini, berada di rumah narasumber sendiri dan lingkungan yang berada di sekitarnya. Yang beralamatkan di Dusun Kebonsari RT:4 RW:2 no.21, Desa Ngunggahan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Tulungagung.

D.                Sumber Data
Sumber data berasal dari wawancara dengan narasumber. Juga dari observasi dan pengamatan dari narasumber. Sedangkan kajian pustaka mengenai teori-teori tentang kaum dhuafa, diperoleh dari internet dan sumber buku-buku yang mendukung.
  
E.                 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data berawal dari wawancara dengan narasumber yang bersedia. Lalu dari hasil wawancara tersebut, diolah sehingga diperoleh data-data yang dibutuhkan untuk penyusunan laporan ini.

F.                 Teknik Analisis Data
Teknik analasis data yang digunakan yaitu deskriptif. Yakni, informasi - informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis dengan cara mendiskripsikannya.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.                Paparan Data
Berikut ini adalah identitas dari kaum dhuafa yang bersedia untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini:
Nama                            :     Bapak X
Alamat                  :     Dusun Kebonsari RT:4 RW:2 no.21, Desa Ngunggahan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Tulungagung
Pekerjaan                       :     Kuli, Buruh tani
Usia                               :     41 tahun
Jumlah Tanggungan         :     4 orang
Penghasilan                     :     Rp 20.000,- per hari
Pendidikan terakhir         :     SD

B.                 Pembahasan
Kehidupan masyarakat kita belakangan ini memang seringkali melupakan kehidupan saudara-saudara kita yang hidup dalam serba keterbatasan. Katanya kehidupan bangsa ini semakin maju dan sejahtera dalam bidang ekonomi. Dimana-mana ada pembangunan berbagai macam perumahan modern dan mal-mal berdiri dengan megahnya. Tetapi kita juga tidak bisa pungkiri pula disamping lingkungan masyarakat kita sendiri masih banyak yang serba kekurangan.
Di antara mereka yang kekurangan adalah kaum dhuafa, yang telah kita ketahui bahwa kehidupan mereka jauh dari kata layak. Mereka harus bekerja membanting tulang untuk memperoleh penghasilan yang tak seberapa demi menghidupi dirinya dan keluarganya. Namun demikian, sebagian dari mereka yang hidup dibawah kemiskinan tetap menjalani kehidupan mereka dengan lapang dada dan penuh rasa syukur. Sebagaimana kehidupan yang dijalani oleh Pak X (obyek penelitian).
Walaupun ia hidup serba kekurangan dan harus bekerja keras untuk mendapatkan rezeki, namun Pak X tetap menjalani kewajibannya sebagai seorang muslim yang patuh kepada-Nya. Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Kehidupan beragama islam atau muslim adalah kehidupan yang mengidentifikasikan diri pada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt dengan dimanifestasikan di dalam keyakinan yang terdapat di dalam rukun iman dan dilaksanakan di dalam perkataan beserta perbuatan yang terdapat pada rukun islam. Begitulah kehidupan yang dijalani Pak X, meskipun ia hanya sebagai kaum dhuafa. Kehidupan ini bertujuan untuk sampai ke tingkat muttaqin dan muqsinin. Berikut adalah sebagian karakteristik dari Pak X yang diperoleh melalui penelitian ini:
1.      Ia selalu bertakwa kepada Allah swt.             Meskipun ujian, cobaan, dan derita dalam kehidupannya terus berlanjut, Pak X tetap bertakwa kepada-Nya. Ia tidak pernah menyesali hidupnya sebagai kaum dhuafa (nrimo).
2.      Pak X tidak pernah meninggalkan ibadahnya, yaitu dengan menjalankan segala ketentuan perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia di dalam rangka berhubungan dengan Allah swt (syahadat, shalat, shiam, zakat, dan naik haji) dan perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia dalam rangka berhubungan dengan manusia lain dan alam semesta yang tujuan akhirnya dilakukan dalam rangka ibadah dengan niat yang ikhlas.
3.      Pak X selalu menjaga silaturahmi di antara sesama di dalam keluarga dan masyarakat dengan cara saling nasehat menasehati, tolong menolong di jalan yang baik, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-‘Ashr (130); yang artinya: “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”
dan Q.S. At-Taubah (9) : 71-72
yang artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan member rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (71). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surge yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surha And. Dan keridhoan Allah adalah lebih besar, itu adalah keberuntungan yang besar.

Dengan perkataan lain hidup beragama islam melahirkan suatu kehidupan yang berbudaya, yang tidak hanya mengakui potensi manusia yang tidak bervariasi, akan tetapi mengakui adanya kelompok profesi di dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa kehidupan beragama dalam masyarakat, tinggi rendahnya, luas cakupannya sangat bergantung kepada kematangan kultur masyarakat. Kematangan kultur masyarakat ini merupakan kumpulan daripada kontribusi kematangan orang tertentu di bidang kapasitasnya, baik potensi dasar maupun potensi penampilan yang tingkat kematangannya ditentukan oleh fitrah manusia dan perlengkapan jiwanya yang tertinggi sebagai makhluk Allah, yaitu adanya ruh dan jiwa dan kepekaan rasa yang merupakan kendali, pengarah dan yang mengurus perkembangan. Sesuai dengan kandungan Al-Quran Surat Al-Hujarat:13

BAB V
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Di era modern seperti sekarang ini, terdapat berbagai macam kemajuan teknologi dan pembangunan yang terus menerus berkembang pesat. Di balik itu ternyata masih ada kaum dhuafa yang hidupnya tidak layak. Meskipun hanya seorang kaum dhuafa, tidak berarti mereka lebih rendah dari orang yang lebih mampu dari mereka. Hal itu bisa dilihat dari keseharian mereka dalam menjalani kehidupannya. Berdasarkan penelitian ini, dapat saya simpulkan bahwa meskipun mereka (para kaum dhuafa) hidup dalam kekurangan, tetapi sebagian dari mereka tetap mempercayai Tuhan, dan menerima takdirnya dengan ikhlas. Bahkan mereka lebih taat menjalankan perintah-Nya.

B.                 Saran
Untuk semua yang membaca laporan ini, seharusnyalah kita bisa bercermin pada para kaum dhuafa. Meskipun mereka hidup sengsara, tetapi mereka tetap memegang teguh agamanya dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Sehingga, kita yang lebih beruntung, seharusnya dapat menjalankan perintah-Nya lebih baik dari mereka (kaum dhuafa).


DAFTAR RUJUKAN

Azis, Nasir. 2013. Islam dan Pemberdayaan Kaum Dhuafa, (online), (http://www.gemabaiturrahman.com/2013/05/islam-dan-pemberdayaan-kaum-dhuafa.html), diakses 21 November 2013

Sadali, A., dkk. “Islam Untuk Disiplin Ilmu Pendidikan”. 1987. Jakarta: Bulan Bintang

 




LAMPIRAN

Lampiran 1
Proses wawancara:
A: Saya (Tiyayu Hanit)
B: Narasumber (Pak X)

A : Selamat malam pak, saya di sini mau mewawancarai bapak, untuk memenuhi tugas saya tentang penelitian mengenai dinamika kaum dhuafa, bersediakah bapak menjadi narasumber saya?
B : Ya, boleh-boleh saja.
A : Apa pekerjaan bapak?
B : Kadang bekerja pada pengepul gabah jadi tukang angkat-angkat gabah. Kadang juga bekerja di sawah orang, seperti nyiangi rumput, memberi pupuk, ataupun memberi obat pada hama yang menyerang tanaman.
A : Sejak pukul berapa bapak bekerja?
B : Sejak pagi, mungkin sekitar jam 5.00
A : Maaf ya pak sebelumnya, kira-kira penghasilan bapak perharinya berapa?
B : Sekitar 20ribuan. Itupun kalau pas ada rejeki, atau ada yang nyuruh.
A : Dengan pendapatan segitu, cukupkah untuk memenuhi kebutuhan anda dan keluarga?
B : Ya dicukup-cukupin. Namanya orang desa kan, makan apa adanya sudah buat seneng. Yang penting itu perut terisi.
A : Masihkah anda bersyukur atas rezeki yang diberikan-Nya?
B : Alhamdulillah masih,
A : Bagaimana Bapak mensyukuri rezeki-rezeki tersebut?
B : Ya selalu mengucap syukur tiap kali mendapat rezeki, berapapun itu, seberapa banyak itu. Pokoknya selalu bersyukur.
A : Terus, masihkah bapak menjalankan perintah-perintah-Nya? Dan mempercayai kekuasaan-Nya?
B : ya masih lah. Kalau ndak percaya dengan-Nya, berarti musryik donk. Dosa.. hahaha
A : Bagaimana perwujudan atau pembuktian kalau Anda masih percaya dengan-Nya?
B : Seperti yang sudah saya katakana tadi, selalu bersyukur dengan rezeki yang diberikan-Nya, terus menjalankan perintah-perintahnya seperti: mengerjakan shalat 5 waktu, puasa sunnah maupun puasa wajib, zakat, terus inginnya juga melaksakan haji.. tapi sayangnya belum kesampaian, semoga saja, saya diberi kesempatan oleh-nya untuk mengerjakan haji suatu hari nanti.
A : Aamiin… Pertanyaan terakhir nih pak, bagaimana pandangan Bapak mengenai hidup bapak dan bagaimana pula pandangan Bapak mengenai agama islam yang sedang Bapak anut ini?
B : Bagaiamana ya?? Kalau menurut pandangan saya, ya hidup itu sebenanya adil kog. Tinggal bagaimana kita menanggapinya. Kalau dihadapi dengan senang, ya insya allah hidup akan berkah meskipun dalam keadaan yang kekurangan seperti saya ini. Kalau dihadapi dengan rasa yang serba kurang, sekaya apapun hidup seorang pasti akan tetap merasakan kurang puas.
A : Terima kasih pak atas waktunya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Your Opinion? ^^/