BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak
orang lebih mengurusi kehidupannya di dunia. Dan hampir melupakan, bahkan sama
sekali melupakan kehidupannya di akhirat kelak. Mereka lebih banyak bekerja dan
bekerja, daripada harus beribadah untuk mempersiapkan bekal mereka di akhirat.
Sehingga
dalam kehidupan di dunia ini, banyak terjadi pengolongan-pengolongan kelas.
Dimana orang yang mampu dalam hal ekonomi disebut sebagai orang kelas atas.
Sedangkan orang yang tidak mampu disebut sebagai orang miskin/fakir yang dalam
istilah agama disebut sebagai kaum dhuafa.
Dari segi fisik, kaum dhu’afa merupakan.....
seseorang yang
kurang tenaga (bukan keadaan malas). Dari segi otak kaum dhu’afa merupakan
seseorang yang bodoh dan juga bukan dalam keadaan malas. Dari segi sikap, kaum
dhu’afa merupakan seseorang yang terbelakang (bukan karena malas).
Kaum dhu’afa terdiri dari
orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Yang
bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh
bangunan dan abang becak
B.
Fokus Penelitian
Pada
laporan ini, saya akan membahas mengenai dinamika kehidupan kaum dhuafa. Yaitu bagaimana
mereka menjalani kehidupannya yang serba kekurangan dan bagaimana pula mereka
memandang agama dalam hidupnya.
C.
Tujuan Penelitian
·
Untuk
mengetahui temuan hasil penelitian terhadap kaum dhuafa
·
Untuk
mengetahui pandangan mereka mengenai agama dan Tuhan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian Dhuafa
Kaum dhuafa adalah kelompok manusia yang dianggap lemah atau
mereka yang tertindas. Adalah mereka yang tak bisa hijrah karena terhalang baik
sosial maupun ekonomi fakir dan miskin tertekan keadaan bukan karena malas,
mereka yang kurang tenaga (bukan karena malas), mereka yang kurang kemampuan
akalnya ( bukan karena malas ) dan atau mereka yang terbelakang pendidikannya.
Itu adalah sebagian dari pengertian kaum dhuafa'.
Ayat Al Qur’an menjelaskan makna dhuafa itu berasal dari
kata dh’afa atau dhi’afan. Salah satu firman Allah menyebutkan, “Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah (dhi’afan), yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. (Surat An- Nisaa: 9). Dalam beberapa ayat yang lain, dhuafa disebut
sebagai mustadh’afin, diantaranya dalam Surah Al Qashash ayat 5 “dan Kami
hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (alladzinastudh’ifun),
surah Al A’raaf: 137” Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu
(yustadh’afun), dan dalam surat An Nisa: 75, “. mengapa kamu tidak mau
berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah (mustadh’afin).
Berdasarkan beberapa ayat di atas, dapat disimpulan bahwa yang dimaksud
kaum dhuafa adalah orang-orang lemah atau tertindas dan tidak memiliki
kemampuan untuk mandiri dalam arti yang lebih luas. Artinya orang-orang yang
lemah spritualnya (tauhidnya, aqidahnya, akhlaknya serta seluruh aspek yang
berkaitan dengan jiwa manusia) dan lemah dalam bidang ekonomi serta masaalah
sosial lainnya.
B.
Kriteria Kaum Dhuafa
Al Qur’an telah menjelaskan secara tegas tentang orang-orang
yang tergolong dhu’afa, mereka antara lain; anak-anak yatim; orang-orang
miskin;ibnussabil (musafir); orang yang meminta-minta; hamba sahaya
(al-Baqarah; 177); tuna netra; orang cacat fisik; orang sakit (an Nuur:61);
manusia lanjut usia (al Israa: 23); janda miskin (al Baqarah: 240); orang yang
berpenyakit sopak (lepra) (Ali Imran: 49); tahanan atau tawanan (al Insan: 78);
mualaf (orang yang baru memeluk Islam, orang-orang fakir; orang-orang yang
berutang (gharimin); orang yang berjuang di jalan Allah (fii Sabilillah) (at
Taubah:60); buruh atau pekerja kasar (ath Thalaq:6); nelayan (al Kahfi:79);
rakyat kecil yang tertindas (an Nisaa’:75); anak-anak kecil dan bayi (al
An’aam:140).
C.
Perintah berbuat baik kepada Kaum Dhuafa
Allah SWT dalam Al- Qur’an telah memerintahkan kepada
hambaNya agar berbuat baik kepada kaum dhu’afa. Salah satu ayatnya menyatakan,”
dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin,”(Al Baqarah:83). Perintah berbuat baik kepada mereka ini,
antara lain, mengucapkan perkataan yang baik kepada mereka (an Nisaa’:8)
memuliakan mereka (an Nisaa:36) memelihara, mengasuh, dan mengurus mereka
secara patut (an Nisaa:127); menggauli mereka sebagai saudaranya sendiri (al
Baqarah:177); memberikan mereka nafkah (al Baqarah:215); memberikan mereka
harta (al-Baqarah: 177); memberikan mereka makan (al-Insaan:8); memberi mereka
sedekah (al Baqarah:272); memperbaiki tempat tinggal mereka dan melindungi
harta mereka (al Kahfi:82); membela (an Nisaa: 75); melindungi mereka dari
kezaliman (al Kahfi:79); mengobati mereka yang sakit (AliI mran:49); mengajak
mereka makan bersama (asy Syuara:61); memberikan mereka pendidikan dan
pengajaran yang baik (‘Abasa:1-11); memelihara mereka dengan penuh kasih sayang
dan sopan santun (al Israa:23); memaafkan dan berlapang dada pada mereka (an
Nuur:22); mengucapkan perkataan yang sopan (al Israa:23); serta memberi nasihat
dan mendakwahkan mereka (yusuf:30-41)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Teknik Penelitian
Dalam
mendapatkan data-data yang diperlukan untuk penyusunan laporan ini, saya
menggunakan metode:
·
Wawancara,
secara langsung mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada salah seorang tetangga
saya yang bersedia menjadi narasumber.
·
Observasi,
selain melalui wawancara saya juga melakukan pengamatan terhadap narasumber,
bagaimana kondisi dan kehidupannya.
·
Dokumentasi,
melakukan dokumentasi dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan narasumber
B.
Kehadiran Peneliti
Saya
sebagai peneliti, hadir dalam penelitian ini melalui wawancara dengan
narasumber pada tanggal 8 November 2013 sekitar pukul 18.30 wib di rumah Pak X (narasumber) sendiri. Juga hadir pada proses dokumentasi kegiatan dari Pak X pada tanggal 9 November pukul 06.00 wib di rumah salah seorang
warga yang waktu itu sedang menjual gabah-gabahnya.
C.
Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian mengenai dinamika kaum dhuafa ini, berada di rumah narasumber
sendiri dan lingkungan yang berada di sekitarnya. Yang beralamatkan di Dusun
Kebonsari RT:4 RW:2 no.21, Desa Ngunggahan, Kecamatan Bandung, Kabupaten
Tulungagung.
D.
Sumber Data
Sumber
data berasal dari wawancara dengan narasumber. Juga dari observasi dan
pengamatan dari narasumber. Sedangkan kajian pustaka mengenai teori-teori
tentang kaum dhuafa, diperoleh dari internet dan sumber buku-buku yang
mendukung.
E.
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur
pengumpulan data berawal dari wawancara dengan narasumber yang bersedia. Lalu
dari hasil wawancara tersebut, diolah sehingga diperoleh data-data yang
dibutuhkan untuk penyusunan laporan ini.
F.
Teknik Analisis Data
Teknik
analasis data yang digunakan yaitu deskriptif. Yakni, informasi - informasi
yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis dengan cara mendiskripsikannya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Paparan Data
Berikut
ini adalah identitas dari kaum dhuafa yang bersedia untuk menjadi narasumber
dalam penelitian ini:
Nama : Bapak X
Alamat : Dusun Kebonsari RT:4 RW:2 no.21, Desa Ngunggahan, Kecamatan
Bandung, Kabupaten Tulungagung
Pekerjaan : Kuli, Buruh tani
Usia : 41 tahun
Jumlah
Tanggungan : 4 orang
Penghasilan : Rp 20.000,- per hari
Pendidikan
terakhir : SD
B.
Pembahasan
Kehidupan masyarakat kita belakangan ini memang seringkali
melupakan kehidupan saudara-saudara kita yang hidup dalam serba keterbatasan.
Katanya kehidupan bangsa ini semakin maju dan sejahtera dalam bidang ekonomi.
Dimana-mana ada pembangunan berbagai macam perumahan modern dan mal-mal berdiri
dengan megahnya. Tetapi kita juga tidak bisa pungkiri pula disamping lingkungan
masyarakat kita sendiri masih banyak yang serba kekurangan.
Di antara mereka yang kekurangan adalah kaum dhuafa, yang
telah kita ketahui bahwa kehidupan mereka jauh dari kata layak. Mereka harus
bekerja membanting tulang untuk memperoleh penghasilan yang tak seberapa demi
menghidupi dirinya dan keluarganya. Namun demikian, sebagian dari mereka yang
hidup dibawah kemiskinan tetap menjalani kehidupan mereka dengan lapang dada
dan penuh rasa syukur. Sebagaimana kehidupan yang dijalani oleh Pak X (obyek
penelitian).
Walaupun ia hidup serba kekurangan dan harus bekerja keras
untuk mendapatkan rezeki, namun Pak X tetap menjalani kewajibannya sebagai
seorang muslim yang patuh kepada-Nya. Yaitu dengan menjalankan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Kehidupan
beragama islam atau muslim adalah kehidupan yang mengidentifikasikan diri pada
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt dengan
dimanifestasikan di dalam keyakinan yang terdapat di dalam rukun iman dan
dilaksanakan di dalam perkataan beserta perbuatan yang terdapat pada rukun
islam. Begitulah kehidupan yang dijalani Pak X, meskipun ia hanya
sebagai kaum dhuafa. Kehidupan ini bertujuan untuk sampai ke tingkat muttaqin
dan muqsinin. Berikut adalah sebagian karakteristik dari Pak X yang
diperoleh melalui penelitian ini:
1.
Ia
selalu bertakwa kepada Allah swt. Meskipun
ujian, cobaan, dan derita dalam kehidupannya terus berlanjut, Pak X
tetap bertakwa kepada-Nya. Ia tidak pernah menyesali hidupnya sebagai kaum
dhuafa (nrimo).
2.
Pak X tidak pernah meninggalkan ibadahnya, yaitu dengan menjalankan segala
ketentuan perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia di dalam rangka
berhubungan dengan Allah swt (syahadat, shalat, shiam, zakat, dan naik haji) dan
perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia dalam rangka berhubungan dengan
manusia lain dan alam semesta yang tujuan akhirnya dilakukan dalam rangka
ibadah dengan niat yang ikhlas.
3.
Pak X selalu menjaga silaturahmi di antara sesama di dalam keluarga dan
masyarakat dengan cara saling nasehat menasehati, tolong menolong di jalan yang
baik, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-‘Ashr (130); yang artinya: “Demi
masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran”
dan Q.S. At-Taubah (9) : 71-72
yang artinya: Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan member rahmat oleh Allah, sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (71). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surge yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat)
tempat-tempat yang bagus di surha And. Dan keridhoan Allah adalah lebih besar,
itu adalah keberuntungan yang besar.
Dengan
perkataan lain hidup beragama islam melahirkan suatu kehidupan yang berbudaya,
yang tidak hanya mengakui potensi manusia yang tidak bervariasi, akan tetapi
mengakui adanya kelompok profesi di dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa
kehidupan beragama dalam masyarakat, tinggi rendahnya, luas cakupannya sangat
bergantung kepada kematangan kultur masyarakat. Kematangan kultur masyarakat
ini merupakan kumpulan daripada kontribusi kematangan orang tertentu di bidang
kapasitasnya, baik potensi dasar maupun potensi penampilan yang tingkat kematangannya
ditentukan oleh fitrah manusia dan perlengkapan jiwanya yang tertinggi sebagai
makhluk Allah, yaitu adanya ruh dan jiwa dan kepekaan rasa yang merupakan
kendali, pengarah dan yang mengurus perkembangan. Sesuai dengan kandungan
Al-Quran Surat Al-Hujarat:13
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Di
era modern seperti sekarang ini, terdapat berbagai macam kemajuan teknologi dan
pembangunan yang terus menerus berkembang pesat. Di balik itu ternyata masih
ada kaum dhuafa yang hidupnya tidak layak. Meskipun hanya seorang kaum dhuafa,
tidak berarti mereka lebih rendah dari orang yang lebih mampu dari mereka. Hal
itu bisa dilihat dari keseharian mereka dalam menjalani kehidupannya.
Berdasarkan penelitian ini, dapat saya simpulkan bahwa meskipun mereka (para kaum
dhuafa) hidup dalam kekurangan, tetapi sebagian dari mereka tetap mempercayai
Tuhan, dan menerima takdirnya dengan ikhlas. Bahkan mereka lebih taat
menjalankan perintah-Nya.
B.
Saran
Untuk
semua yang membaca laporan ini, seharusnyalah kita bisa bercermin pada para
kaum dhuafa. Meskipun mereka hidup sengsara, tetapi mereka tetap memegang teguh
agamanya dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Sehingga, kita
yang lebih beruntung, seharusnya dapat menjalankan perintah-Nya lebih baik dari
mereka (kaum dhuafa).
DAFTAR RUJUKAN
Azis, Nasir. 2013. Islam dan Pemberdayaan Kaum Dhuafa, (online), (http://www.gemabaiturrahman.com/2013/05/islam-dan-pemberdayaan-kaum-dhuafa.html), diakses 21 November 2013
Sadali, A., dkk.
“Islam Untuk Disiplin Ilmu Pendidikan”. 1987. Jakarta: Bulan Bintang
LAMPIRAN
Lampiran 1
Proses
wawancara:
A: Saya (Tiyayu
Hanit)
B: Narasumber
(Pak X)
A : Selamat malam pak, saya di sini mau
mewawancarai bapak, untuk memenuhi tugas saya tentang penelitian mengenai
dinamika kaum dhuafa, bersediakah bapak menjadi narasumber saya?
B : Ya, boleh-boleh saja.
A : Apa pekerjaan bapak?
B : Kadang bekerja pada pengepul gabah jadi tukang
angkat-angkat gabah. Kadang juga bekerja di sawah orang, seperti nyiangi
rumput, memberi pupuk, ataupun memberi obat pada hama yang menyerang tanaman.
A : Sejak pukul berapa bapak bekerja?
B : Sejak pagi, mungkin sekitar jam 5.00
A : Maaf ya pak sebelumnya, kira-kira penghasilan
bapak perharinya berapa?
B : Sekitar 20ribuan. Itupun kalau pas ada rejeki,
atau ada yang nyuruh.
A : Dengan pendapatan segitu, cukupkah untuk
memenuhi kebutuhan anda dan keluarga?
B : Ya dicukup-cukupin. Namanya orang desa kan,
makan apa adanya sudah buat seneng. Yang penting itu perut terisi.
A : Masihkah anda bersyukur atas rezeki yang
diberikan-Nya?
B : Alhamdulillah masih,
A : Bagaimana
Bapak mensyukuri rezeki-rezeki tersebut?
B : Ya selalu mengucap syukur tiap kali mendapat
rezeki, berapapun itu, seberapa banyak itu. Pokoknya selalu bersyukur.
A : Terus, masihkah bapak menjalankan
perintah-perintah-Nya? Dan mempercayai kekuasaan-Nya?
B : ya masih lah. Kalau ndak percaya dengan-Nya,
berarti musryik donk. Dosa.. hahaha
A : Bagaimana perwujudan atau pembuktian kalau Anda
masih percaya dengan-Nya?
B : Seperti yang sudah saya katakana tadi, selalu
bersyukur dengan rezeki yang diberikan-Nya, terus menjalankan
perintah-perintahnya seperti: mengerjakan shalat 5 waktu, puasa sunnah maupun
puasa wajib, zakat, terus inginnya juga melaksakan haji.. tapi sayangnya belum
kesampaian, semoga saja, saya diberi kesempatan oleh-nya untuk mengerjakan haji
suatu hari nanti.
A : Aamiin… Pertanyaan terakhir nih pak, bagaimana pandangan
Bapak mengenai hidup bapak dan bagaimana pula pandangan Bapak mengenai agama
islam yang sedang Bapak anut ini?
B : Bagaiamana ya?? Kalau menurut pandangan saya,
ya hidup itu sebenanya adil kog. Tinggal bagaimana kita menanggapinya. Kalau
dihadapi dengan senang, ya insya allah hidup akan berkah meskipun dalam keadaan
yang kekurangan seperti saya ini. Kalau dihadapi dengan rasa yang serba kurang,
sekaya apapun hidup seorang pasti akan tetap merasakan kurang puas.
A : Terima kasih pak atas waktunya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Your Opinion? ^^/